Denpasar, Vonisnews.com – Gubernur Bali Wayan Koster mengungkap berbagai permasalahan mendasar yang kini tengah dihadapi Pulau Dewata dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Bali 2025–2030 di Kantor Gubernur Bali, Jumat (11/4/2025).
Dalam paparannya, Gubernur Koster menyebut sejumlah tantangan krusial yang harus segera ditangani, antara lain alih fungsi lahan produktif, pengelolaan sampah, kerusakan ekosistem lingkungan, ancaman ketersediaan air bersih, serta kemacetan lalu lintas yang semakin parah.
“Kesenjangan ekonomi antara wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) dan luar Sarbagita juga menjadi perhatian serius,” ujar Gubernur Koster.
Ia juga menyoroti minimnya kapasitas infrastruktur dan transportasi publik di Bali yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan. Hal ini berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat Bali, terutama dalam mengembangkan usaha secara mandiri.
Lebih lanjut, Gubernur Bali mengungkap persoalan sosial seperti praktik pembelian aset menggunakan nama masyarakat lokal, peningkatan kasus narkoba dan prostitusi, hingga munculnya komunitas orang asing yang eksklusif dan menimbulkan persoalan sosial budaya baru.
Terkait isu pangan, Gubernur Koster menyampaikan bahwa alih fungsi lahan yang meningkat tajam pasca pandemi Covid-19 telah menyebabkan penurunan drastis cadangan beras di Bali. Saat ini, cadangan beras hanya tersisa sekitar 53 ribu ton, jauh lebih rendah dibandingkan lima tahun lalu yang mencapai lebih dari 100 ribu ton.
“Jika alih fungsi lahan ini tidak dikendalikan, maka dalam beberapa puluh tahun ke depan, Bali akan mengalami krisis ketersediaan pangan dan menjadi sangat bergantung pada pasokan dari luar. Ini sangat berbahaya karena berarti menyerahkan kendali pangan kepada pihak luar,” tegas Koster.
Selain masalah fisik dan ekonomi, Gubernur juga menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai spiritual dan budaya Bali. Ia menyebutkan meningkatnya kasus penodaan tempat suci dan kerusakan pakem budaya Bali yang autentik sebagai ancaman serius terhadap identitas Bali.
“Ini makin sering terjadi. Oleh karena itu, kita semua harus bersatu menjaga keaslian budaya dan spiritualitas Bali sebagai jati diri kita,” tutup Koster.(Budi)