KINTAMANI BALI, Vonisnews.com – Kintamani, destinasi wisata unggulan di Kabupaten Bangli, menghadapi masalah serius akibat serbuan lalat yang mengganggu aktivitas masyarakat dan wisatawan.
Fenomena ini dipicu oleh limbah kotoran ternak, terutama kotoran ayam, yang digunakan langsung sebagai pupuk tanpa melalui proses fermentasi.
Menurut laporan Dinas Pertanian Kabupaten Bangli pada Rabu (18/12/2024), praktik penggunaan limbah mentah ini menciptakan lingkungan ideal bagi berkembangnya lalat.
Kabupaten Bangli sendiri memerlukan sekitar 373.650 ton pupuk organik setiap tahunnya, yang sebagian besar dipenuhi oleh limbah kotoran ayam dari lokal maupun luar Bali, seperti Banyuwangi dan Lombok.
Dampak Serbuan Lalat
Serbuan lalat ini tidak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan Danau Batur dan Gunung Batur turut merasa terganggu, berpotensi merusak citra Kintamani sebagai destinasi wisata.
Langkah Pemerintah Kabupaten Bangli
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Kabupaten Bangli telah mengambil langkah strategis, seperti:
1. Sosialisasi Larangan Penggunaan Limbah Mentah
Sosialisasi dilakukan berdasarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 02 Tahun 2024, yang melarang penggunaan kotoran ternak mentah sebagai pupuk.
2. Pemberdayaan Petani
Pemerintah mendorong petani mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik dengan bantuan alat pengolahan pupuk organik (APPO) dari Kementerian Pertanian.
3. Pelatihan dan Penyuluhan
Bimbingan teknis (Bimtek) rutin diberikan kepada petani tentang pembuatan pupuk organik yang ramah lingkungan.
4. Pengadaan Pupuk Organik Subsidi
Sebanyak 678 ton pupuk organik subsidi telah disalurkan oleh Pemerintah Provinsi Bali pada 2023, dengan rencana peningkatan alokasi di tahun mendatang.
5. Koordinasi Antar Pemerintah
Bupati Bangli berencana bekerja sama dengan Gubernur Bali untuk pengadaan mesin pengolahan pupuk berbasis teknologi, yang terbukti efektif di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Harapan dan Solusi Berkelanjutan
Pemerintah berharap langkah ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap limbah ternak mentah dan mendorong penggunaan pupuk organik ramah lingkungan. Edukasi berkelanjutan dan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mengatasi persoalan ini.
Sebagai daerah wisata, keberhasilan Kintamani dalam menyelesaikan masalah lalat ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia yang memiliki tantangan serupa. Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk mendukung upaya ini demi keberlanjutan sektor pertanian, lingkungan, dan pariwisata.(Bud)