BULELENG, Vonisnews.com – Dugaan permainan bisnis yang merugikan konsumen kembali mencuat, kali ini menimpa I Putu Yasa dan istrinya, Ketut Sukenadi, pemilik Toko Natuna di Singaraja. Pasangan ini mengalami kerugian lebih dari Rp 2 miliar akibat dugaan ketidaksesuaian dalam transaksi dengan PT HM Sampoerna.
Kerugian ini bermula dari kepercayaan mereka terhadap perusahaan besar seperti PT HM Sampoerna. Putu Yasa mengungkapkan bahwa selama bertahun-tahun, mereka merasa aman bekerja sama hingga akhirnya terjadi pemutusan kemitraan secara sepihak, yang tidak hanya berdampak pada toko mereka tetapi juga memutus jaringan distribusi kepada pelanggan.
Pada awal 2024, Putu Yasa mulai mencurigai adanya kebocoran keuangan dalam usahanya. Kecurigaan ini semakin kuat setelah terjadi pergantian sales dari PT HM Sampoerna. Setelah melakukan rekapan transaksi sejak 2022 hingga Januari 2024, ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah barang yang diterima dan dibayarkan, dengan selisih mencapai Rp 2,35 miliar.
“Dari sinilah kami menyadari adanya kebocoran yang berdampak besar terhadap operasional toko hingga saat ini,” ungkap Putu Yasa, Senin (20/1/2025).
Upaya mencari keadilan pun ditempuh dengan meminta salinan nota transaksi sebelumnya kepada PT HM Sampoerna. Namun, permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Sebaliknya, pihak PT HM Sampoerna justru meminta Putu Yasa untuk merekap nota mereka sendiri, yang kemudian terbukti terdapat selisih signifikan dalam pembayaran.
“Saya membayar sekitar Rp 150 juta per minggu, tapi setelah direkap ternyata ada selisih Rp 50 juta lebih dalam satu minggu,” jelasnya.
Setelah berulang kali meminta pertanggungjawaban tanpa hasil, Putu Yasa akhirnya melayangkan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Kuasa hukumnya, Saud Susanto, SH., dari Satu Pintu Solusi, menegaskan bahwa ada indikasi kuat perbuatan melawan hukum dalam kasus ini.
“Faktanya, nilai yang dibayarkan oleh klien kami tidak sesuai dengan jumlah barang yang diterima. Ketidaksesuaian ini juga diakui dalam catatan internal PT HM Sampoerna,” jelasnya.
Upaya mediasi yang dilakukan antara kedua belah pihak pun tidak membuahkan hasil, karena PT HM Sampoerna tetap berpegang pada prosedur operasional standar (SOP) mereka.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Suriantama Nasution, SH., menekankan bahwa perusahaan sebesar PT HM Sampoerna yang dikenal sebagai emiten di pasar saham seharusnya lebih transparan dalam menjalankan bisnisnya.
“Di mana tanggung jawab mereka terhadap mitra dan konsumennya yang selama ini telah berkontribusi besar terhadap perkembangan PT HM Sampoerna?” ujarnya.
Kasus ini kini memicu desakan kepada pihak terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk melakukan audit mendalam terhadap praktik bisnis PT HM Sampoerna.
“Regulator seharusnya lebih tegas dalam menangani dugaan manipulasi bisnis seperti ini. BEI bisa saja memberikan sanksi seperti suspend terhadap saham perusahaan ini,” tegas Suriantama.
Ia juga meyakini bahwa permasalahan ini tidak hanya menimpa Toko Natuna, tetapi bisa berdampak pada mitra lainnya jika mereka lebih teliti dalam memeriksa transaksi mereka.
Hingga berita ini diturunkan pada Rabu (29/1/2025), pihak PT HM Sampoerna belum memberikan tanggapan terhadap permintaan konfirmasi dari media. Awak media telah menghubungi pihak perusahaan sejak Selasa (21/1/2025), namun belum mendapat respon resmi.(Budi)